Thursday, November 15, 2012

A Language of New Media


Ilustrasi: relativityonline.com.


Perkembangan media baru membawa lidah bahasa yang beragam. Twitter dan Facebook tertempel sebagai stiker menarik di tembok terdepan keragaman bahasa visual media informasi. Saat seorang remaja mengekspresikan kegunahannya dengan sebuah tweet, maka publik meresponnya dengan gaya bahasa yang mirip, atau secara relatif mengikuti gaya bahasa muda.

Ih, sebel! Pengennya maem malah ngantuk. Sebuah kicauan tertulis.
Balasannya bisa macam-macam. Mengikuti preferensi sasaran bahasa yang sebagian besar adalah usia sebaya, atau dewasa yang jiwanya "muda", kalimat-kalimat yang mengandung kata dengan gaya serupa bermunculan sebagai balasan.

Kata-kata yang ditulis dengan gaya verbal mulai marak seiring mudahnya manusia menumpahkan isi pikirannya ke media, bahkan tanpa harus mengucapkannya di mulut. Lidah sebagian orang di zaman ini adalah dinding-dinding (wall) Facebook, kolom 140 karakter di Twitter, atau laman-laman pemuatan tulisan di blog publik. Revolusi komunikasi terjadi ketika bahkan seorang tunawicara bisa dianggap sebagai orang yang "paling vokal". Paling didengarkan suaranya. Hal sama berlaku untuk orang-orang yang berteriak dari balik tabir anonimitas.

Media baru berkembang jauh melampaui teori Tim Berners-Lee ataupun Vic Gundotra yang banyak tersebar di Google. Publik merespon kebebasan berekspresi bukan semata sebagai mainan baru sehari-hari, tapi secara serius menggiringnya ke barisan pilar-pilar demokrasi. Hal ini tentu akan mendapatkan kritik tajam dari pemerhati jurnalistik umum yang berkembang sejak zaman perlawanan TEMPO atau berdirinya New York Times pada abad kesembilan belas.

Karena dianalogikan sebagai lidah ini, media arus utama perlu hati-hati mengawasi aliran informasi di sepanjang sungai media sosial. Saat barisan penganut sensor berkutat di seputar autentitas, aktualitas, serta responsibilitas sebuah informasi, media lainnya bersilat lidah semaunya seperti kicauan ribuan burung yang lewat tanpa teridentifikasi berasal dari koloni yang mana.

Bercabang

Parahnya lagi, media baru hadir sebagai corong informasi yang sifatnya makin individual. Sebagai media yang hadir sebagai papan tulis semua orang, Twitter dan Facebook memungkinkan setiap akun untuk mengunggah informasi apa saja. Tidak ada dasar hukum atau etika manapun yang dimiliki penyedia layanan media baru ini untuk membatasi kicauan orang-orang, meskipun sering kali bersifat tendensius dan berisiko.

Lidah telah bercabang, dan media tak bisa dikambinghitamkan.

Bahasa media baru kemudian mulai teridentifikasi ke arah yang lebih spesifik. Tagar (hashtag) yang menjadi ciri khas Twitter atau kata "Like" yang identik dengan Facebook tak lantas membenarkan dirinya di ranah bahasa yang umum, karena terlanjur dicap sebagai produk turunan dari media baru.

Like this yo!

Frasa semacam itu pun bermunculan seiring makin kreatifnya pengguna media menggaet perhatian teman ataufollower. Tak ayal, media arus utama pun ikut latah dengan mengikuti tren bahasa media baru. Viva dan Detik sudah tidak ragu lantas untuk menayangkan kata-kata semacam memposting atau men-share yang sejatinya masih perlu dikaji ulang penulisannya mengikuti standar bahasa lokal yang ada.

Pada akhirnya para ahli bahasa berpendapat netral, bahwa bagaimanapun bahasa media baru tak bisa disejajarkan sebagai bahasa umum apalagi formal. Tiap gaya bahasa berasal dari sumbernya sendiri-sendiri, dan untuk penggunaannya sendiri-sendiri. Gugat-menggugat bahasa melawan media sosial/media baru nyaris sia-sia dan membuang waktu saja, karena pada dasarnya publik tidak begitu khawatir kehilangan identitas bahasa aslinya, bagaimanapun kualitas bahasa seseorang dinilai secara objektif.

Media kini punya banyak lidah bahasa untuk dibawa ke publik. Di samping mengikuti dinamika respon publik terhadap perubahan bahasa yang dimunculkan teknologi informasi, tak seorangpun bisa menyangka seperti apa "bahasa kita" berubah menjadi "bahasa gue bahasa lo".

Bahasa Budaya Antarmuka

Antarmuka manusia-istilah komputer (HCI) menjelaskan cara-cara di mana pengguna berinteraksi dengan komputer. HCI termasuk masukan fisik dan perangkat output seperti monitor, keyboard, dan mouse. Hal ini juga terdiri dari metafora yang digunakan untuk konsep organisasi data komputer. Misalnya, Macintosh antarmuka diperkenalkan oleh Apple pada tahun 1984 menggunakan metafora file dan folder diatur pada desktop. Akhirnya, HCI juga mencakup cara memanipulasi data ini, yaitu tata bahasa tindakan bermakna yang pengguna dapat melakukan di atasnya. itu contoh tindakan yang disediakan oleh modern HCI adalah copy, mengubah nama dan menghapus file; daftar isi direktori, memulai dan menghentikan program komputer, set komputer tanggal dan waktu.

Sumber ; http://www.bukufandy.com/2012/10/lidah-bahasa-media.html
               [A Languange of New Media] http://www.manovich.net/LNM/Manovich.pdf
               
               

No comments:

Post a Comment